Sunday, December 21, 2008

Huraian Tafsir Surah Al-Asr

Surat AL- `ASHR (MASA)
Surat 103: 3 ayat
Diturunkan di MAKKAH

سورة: العصر

1- Demi masa!
By (the Token of) Time (through the ages), وَالْعَصْرِ

2- Sesungguhnya manusia itu adalah di dalam kerugian.
Verily Man is in loss, إِنَّ الإِنسَانَ لَفِي خُسْرٍ
3- Kecuali orang yang beriman dan beramal yang shalih dan ber­pesan-pesanan dengan Kebe­naran dan berpesan-pesanan de­ngan Kesabaran.
Except such as have Faith, and do righteous deeds, and (join together) in the mutual teaching of Truth, and of Patience and Constancy. إِلاَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ

"Demi masa!" (ayat 1). Atau demi waktu `Ashar, waktu petang hari seketika bayang-bayang badan sudah mulai lebih panjang daripada badan kita sendiri, sehingga masuklah waktu sembahyang `Ashar. Maka terdapatlah pada ayat yang pendek ini dua macam tafsir.

Syaikh Muhammad Abduh menerangkan di dalam Tafsir Juzu' `Amma bahwa telah teradat bagi bangsa Arab apabila hari telah sore, mereka duduk bercakap-cakap membicarakan soal-soal kehidupan dan ceritera-ceritera lain yang berkenaan dengan urusan sehari-hari. Karena banyak percakapan yang melantur, keraplah kejadian pertengkaran, bersakit-sakitan hati sehingga me­nimbulkan permusuhan. Lalu ada yang mengutuki waktu 'Ashar (petang hari), mengatakan waktu 'Ashar waktu yang celaka, atau nahas, banyak bahaya terjadi di waktu itu. Maka datanglah ayat ini memberi peringatan "Demi 'Ashar", per­hatikanlah waktu 'Ashar. Bukan waktu `Ashar yang salah. Yang salah adalah manusia-manusia yang mempergunakan waktu itu dengan salah. Memper­gunakannya untuk bercakap yang tidak tentu ujung pangkal. Misalnya ber­megah-megah dengan harta, memuji diri, menghina merendahkan orang lain. Tentu orang yang dihinakan tiada terima, dan timbullah silang sengketa.

Lalu kamu salahkan waktu 'Ashar, padahal kamulah yang salah. Padahal kalau kamu percakapkan apa yang berfaedah, dengan tidak menyinggung perasaan teman dudukmu, tentulah waktu `Ashar itu akan membawa manfaat pula bagimu.

Inilah satu tafsir.

Tafsir yang lain; "Demi Masa!"

Masa seluruhnya ini, waktu-waktu yang kita lalui dalam hidup kita, zaman demi zaman, masa demi masa, dalam bahasa Arab `Ashr juga sebutannya. Sebagai semasa Indonesia dijajah Belanda dapat disebut "`Ashru Isti'maril holandiy" (Masa penjajahan Belanda), "`Ashru Isti`maril Yabaniy", masa pen­jajahan Jepang. "`Ashrust Tsaurati Indonesia Al-Kubra", masa Revolusi Besar Indonesia, "`Ashrul Istiqlal", masa kemerdekaan dan sebagainya.

Berputarlah dunia ini dan berbagailah masa yang dilaluinya; suka dan duka, naik dan turun, masa muda dan masa tua. Ada masa hidup, kemudian mati dan tinggallah kenang-kenangan ke masa lalu.

Diambil Tuhanlah masa menjadi sumpah, atau menjadi sesuatu yang mesti diingat-ingati. Kita hidup di dunia ini adalah melalui masa. Setelah itu kita pun akan pergi. Dan apabila kita telah pergi, artinya mati, habislah masa yang kita pakai dan yang telah lalu tidaklah dapat diulang lagi, dan masa itu akan terus dipakai oleh manusia yang tinggal, silih berganti, ada yang datang dan ada yang pergi.

Diperingatkanlah masa itu kepada kita dengan sumpah, agar dia jangan disia-siakan, jangan diabaikan. Sejarah kemanusiaan ditentukan oleh edaran masa.

"Sesungguhnya manusia itu adalah di dalam kerugian." (ayat 2). Di dalam masa yang dilalui itu nyatalah bahwa manusia hanya rugi selalu. Dalam hidup melalui masa itu tidak ada keuntungan sama-sekali. Hanya rugi jua yang di­dapati: Sehari mulai lahir ke dunia, di hari dan sehari itu usia sudah kurang satu hari. Setiap hari dilalui, sampai hitungan bulan dan tahun, dari rnuda ke tua, hanya kerugian jua yang dihadapi.

Di waktu kecil senanglah badan dalam pangkuan ibu, itu pun rugi karena belum merasai arti hidup. Setelah mulai dewasa bolehlah berdiri sendiri, beristeri atau bersuami. Namun kerugian pun telah ada. Sebab hidup mulai bergantung kepada tenaga dan kegiatan sendiri, tidak lagi ditanggung orang lain.

Sampai kepada kepuasan bersetubuh suami isteri yang berlaku dalam beberapa menit ialah untuk menghasil anak yang akan dididik dan diasuh, menjadi tanggungjawab sampai ke sekolahnya dan pengguruannya untuk bertahun-tahun.

Di waktu badan masih muda dan gagah perkasa harapan masih banyak. Tetapi bilamana usia mulai lanjut barulah kita insaf bahwa tidaklah semua yang kita angankan di waktu muda telah tercapai.

Banyak pengalaman di masa muda telah menjadi kekayaan jiwa setelah tua. Kita berkata dalam hati supaya begini kerjakan, jangan ditempuh jalan itu, begini mengurusnya, begitu melakukannya. Pengalaman itu mahal sekali. Tetapi kita tidak ada tenaga lagi buat mengerjakannya sendiri. Setinggi-tinggi­nya hanyalah menceriterakan pengalaman itu kepada yang muda.

Sesudah itu kita bertambah nyanyuk, bertambah sepi; bahkan kadang-­kadang bertambah menjadi beban berat buat anak-cucu. Sesudah itu kita pun mati!

Itu kalau umur panjang. Kalau usia pendek kerugian itu akan lebih besar lagi. Belum ada apa-apa kita pun sudah pergi. Kerugianlah seluruh masa hidup itu. Kerugian!

"Kecuali orang yang beriman." (pangkal ayat 3). Yang tidak akan merasa­kan kerugian dalam masa hanyalah orang-orang yang beriman. Orang-orang yang mempunyai kepercayaan bahwa hidupnya ini adalah atas kehendak Yang Maha Kuasa. Manusia datang ke dunia ini sementara waktu; namun masa yang sementara itu dapat diisi dengan baik karena ada kepercayaan; ada tempat ber­lindung. Iman menyebabkan manusia insaf dari mana datangnya. Iman me­nimbulkan keinsafan guna apa dia hidup di dunia ini, yaitu untuk berbakti kepada Maha Pencipta dan kepada sesamanya manusia. Iman menimbulkan keyakinan bahwasanya sesudah hidup yang sekarang ini ada lagi hidup. Itulah hidup yang sebenarnya, hidup yang baqa. Di sana kelak segala sesuatu yang kita lakukan selama masa hidup di dunia ini akan diberi nilainya oleh Allah. "Dan beramal yang shalih," bekerja yang baik dan berfaedah. Sebab hidup itu adalah suatu kenyataan dan mati pun kenyataan pula, dan manusia yang di kekling kita pun suatu kenyataan pula. Yang baik terpuji di sini, yang buruk adalah merugikan diri sendiri dan merugikan orang lain. Sinar Iman yang telah tumbuh dalam jiwa itu dan telah menjadi keyakinan, dengan sendinnya menimbulkan perbuatan yang baik. Dalam kandungan perut ibu tubuh kita ber­gerak. Untuk lahir ke dunia kita pun bergerak. Maka hidup itu sendiri pun adalah gerak. Gerak itu adalah gerak maju! Berhenti sama dengan mati. Mengapa kita akan berdiam diri? Mengapa kita akan menganggur? Tabiat tubuh kita sendiri pun adalah bergerak dan bekerja. Kerja hanyalah satu dari dua, kerja balk atau kerja jahat. Setelah kita meninggalkan dunia ini kita meng­hadapi dua kenyataan. Kenyataan pertama adalah sepeninggal kita, yaitu kenang-kenangan orang yang tinggal. Dan kenyataan yang kedua ialah bahwa kita kembali ke hadhirat Tuhan.

Kalau kita beramal shalih di masa hidup, namun setelah kita mati kenangan kita akan tetap hidup berlama masa. Kadang-kadang kenangan itu hidup lebih lama daripada masa hidup jasmani kita sendiri. Dan sebagai Mu'min kita per­caya bahwa di sisi Allah amalan yang kita tinggalkan itulah kekayaan yang akan kita hadapkan ke hadapan Hadhrat llahi. Sebab itu tidaklah akan rugi masa hidup kita.

"Dan berpesan-pesanan dengan Kebenaran.'' Karena nyatalah sudah bahwa hidup yang bahagia itu adalah hidup bermasyarakat. Hidup nafsi-nafsi adalah hidup yang sangat rugi. Maka hubungkanlah tali kasih-sayang dengan sesama manusia, beri-memberi ingat apa yang benar. Supaya yang benar itu dapat dijunjung tinggi bersama. ingat-memperingatkan pula mana yang salah, supaya yang salah itu sama-sama dijauhi.

Dengan demikian beruntunglah masa hidup. Tidak akan pernah merasa rugi. Karena setiap peribadi merasakan bahwa dirinya tidaklah terlepas dari ikatan bersama. Bertemulah pepatah yang terkenal: "Duduk seorang ber­sempit-sempit, duduk ramai berlapang-lapang." Dan rugilah orang yang menyendiri, yang menganggap kebenaran hanya untuk dirinya seorang.

"Dan berpesan-pesanan dengan Kesabaran. " (ujung ayat 3). Tidaklah cukup kalau hanya pesan-memesan tentang nilai-nilai Kebenaran. Sebab hidup di dunia itu bukanlah jalan datar saja. Kerapkali kaki ini terantuk duri, teracung kerikil. Percobaan terlalu banyak. Kesusahan kadang-kadang sama banyaknya dengan kemudahan. Banyaklah orang yang rugi karena dia tidak tahan me­nempuh kesukaran dan halangan hidup. Dia rugi sebab dia mundur, atau dia rugi sebab dia tidak berani maju. Dia berhenti di tengah perjalanan. Padahal berhenti artinya pun mundur. Sedang umur berkurang juga.

Di dalam al-Quran banyak diterangkan bahwa kesabaran hanya dapat dicapai oleh orang yang kuat jiwanya, (Surat Fushshilat; 41; 35). Orang yang lemah akan rugilah.

Maka daripada pengecualian yang empat ini: (1) Iman, (2) Amal shalih, (3) Ingat-mengingat tentang Kebenaran, (4) Ingat-mengingat tentang Kesabaran, kerugian yang mengancam masa hidup itu pastilah dapat dielakkan.

Kalau tidak ada syatat yang empat ini rugilah seluruh masa hidup.

Ibnul Qayyim di dalam kitabnya "Miftahu Daris-Sa'adah"[1] menerangkan; "Kalau keempat martabat telah tercapai oleh manusia, hasillah tujuannya menuju kesempumaan hidup. Pertama: Mengetahui Kebenaran. Kedua: Mengamalkan Kebenaran itu. Ketiga: Mengajarkannya kepada orang yang belum pandai memakaikannya. Keempat: Sabar di dalam menyesuaikan diri dengan Kebenaran dan mengamalkan dan mengajarkannya. Jelaslah susunan yang empat itu di dalam Surat ini.

Dalam Surat ini Tuhan menerangkan martabat yang empat itu. Dan Tuhan bersumpah, demi masa, bahwasanya tiap-tiap orang rugilah hidupnya kecuali orang yang beriman. Yaitu orang yang mengetahui kebenaran lalu mengakui­nya. Itulah martabat pertama.

Beramal yang shalih, yaitu setelah kebenaran itu diketahui lalu diamalkan; itulah martabat yang kedua.

Berpesan-pesanan dengan Kebenaran itu, tunjuk menunjuki jalan ke sana. Itulah martabat ketiga.

Berpesan-pesanan, nasihat-menasihati, supaya sabar menegakkan ke­benaran dan teguh hati jangan bergoncang. Itulah martabat keempat. Dengan demikian tercapailah kesempumaan.

Sebab kesempumaan itu ialah sempurna pada diri sendiri dan menyem­pumakan pula bagi orang lain. Kesempurnaan itu dicapai dengan kekuatan ilmu dan kekuatan amal. Buat memenuhi kekuatan ilmiah ialah iman. Buat peneguh kekuatan amaliah ialah berbuat amal yang shalih. Dan menyempuma­kan orang lain ialah dengan mengajarkannya kepada mereka dan mengajak­nya bersabar dalam berilmu dan beramal.

Lantaran itu meskipun Surat ini pendek sekali namun isinya mengumpul­kan kebajikan dengan segala cabang rantingnya. Segala pujilah bagi Allah yang telah menjadikan kitabnya mencukupi dari segala macam kitab, pengobat dari segala macam penyakit dan penunjuk bagi segala jalan kebenaran." Sekian kita salin dari Ibnul Qayyim.

Ar-Razi menulis pula dalam tafsimya: "Dalam Surat ini terkandung per­ingatan yang keras. Karena sekalian manusia dianggap rugilah adanya, kecuali barangsiapa yang berpegang dengan keempatnya ini. Yaitu: Iman, Amal Shalih, Pesan-memesan kepada Kebenaran dan Pesan-memesan kepada Kesabaran. Itu menunjukkan bahwa keselamatan hidup bergantung kepada keempatnya, jangan ada yang tinggal. Dan dapat juga diambil kesimpulan dari Surat ini bahwa mencari selamat bukanlah untuk diri sendiri saja, melainkan disuruh juga menyampaikan, atau sampai-menyampaikan dengan orang lain. Menyeru kepada Agama, Nasihat atas Kebenaran, Amar ma'ruf nahyi munkar, dan supaya mencintai atas saudaranya apa yang dia cintai untuk dirinya. Dua kali diulang tentang pesan-memesan, wasiat mewasiati, karena pada yang pertama menyerunya kepada jalan Allah dan pada yang kedua supaya berteguh hati menjalankannya. Atau pada yang pertama menyuruh dengan yang ma'ruf dan pada yang kedua mencegah dari yang munkar. Di dalam Surat Luqman, 21; 17 dengan terang-terang ditulis wasiat Luqman kepada anaknya agar dia suka menyuruh berbuat baik, mencegah berbuat munkar dan bersabar atas apa pun jua yang menimpa diri.

Menurut keterangan Ibnu Katsir pula di dalam tafsirnya: "Suatu keterangan daripada ath-Tabrani yang ia terima dari jalan Hamaad bin Salmah, dari Tsabit bin `Ubaidillah bin Hashn: "Kalau dua orang sahabat-sahabat Rasulullah s.a.w. bertemu, belumlah mereka berpisah melainkan salah seorang di antara mereka membaca Surat al-`Ashr ini terlebih dahulu, barulah mereka mengucapkan salam tanda berpisah."

Syaikh Muhammad Abduh dalam menafsirkan Hadis pertemuan dan per­pisahan dua sahabat ini berkata: "Ada orang yang menyangka bahwa ini hanya semata-mata tabarruk (mengambil berkat) saja. Sangka itu salah. Maksud membaca ketika akan berpisah ialah memperingatkan isi ayat-ayat, khusus berkenaan dengan pesan-memesan Kebenaran dan pesan-memesan atas Kesabaran itu, sehingga meninggalkan kesan yang baik."

Imam asy-Syafi'i berkata: "Kalau manusia seanteronya sudi merenungkan Surat ini, sudah cukuplah itu baginya."

Syaikh Muhammad Abduh menafsirkan Surat ini dengan tersendiri, dan Sayid Rasyid Ridha pernah mencetak Tafsiran gurunya ini dengan sebuah buku tersendiri pula, dan menjadi salah satu pelajaran kami di Sumatera Thawalib, Padang Panjang pada tahun 1922

Name
The Sura takes its name from the word al-asr occurring in the first verse.
Period of Revelation
Although Mujahid Qatadah and Muqatil regard it as a Madani Sura yet a great majority of the commentators opine that it is Makki; its subject matter also testifies that it must have been sent down in the earliest stage at Makkah when the message of Islam was being presented in brief but highly impressive sentences so that the listeners who heard them once could not forget them even if they wanted to for they were automatically committed to memory.
Theme and Subject Matter
This Sura is a matchless specimen of comprehensiveness and brevity. A whole world of meaning has been compressed into its few brief words which is too vast in content to be fully expressed even in a book.

In it in a clear and plain way it has been stated what is the way to true success for man and what is the way to ruin and destruction for him. Imam Shafe has very rightly said that if the people only considered this Sura well it alone would suffice them for their guidance. How important this Sura was in the sight of the Companions can be judged from the tradition cited from Hadrat Abdullah bin Hisn ad-Darimi Abu Madinah according to which whenever any two of them met they would not part company until they had recited Sura Al-Asr to each other. (Tabarani)

How Tafseer is Performed?
Imam Ibn Taymiyah
An Introduction to the Principles of Tafseer
© 1993 al-Hidaayah

If you ask what is the best method of tafseer, the answer is that the best way is to explain the Quran is, through the Quran. For, what the Quran alludes to at one place is explained at the other, and what it says in brief on one occasion is elaborated upon at the other. But if this does not help you, you should turn to the Sunnah, because the Sunnah explains and elucidates the Quran. Imam Abu `Abdullah Muhammad ibn Idrees al-Shaafi`ee has said: "All that the Prophet, peace be upon him, has said is what he has derived from the Quran." Allah has said: "Surely, We have sent down to you (O Muhammad SAW) the Book (this Quran) in truth that you might judge between men by that which Allâh has shown you (i.e. has taught you through Divine Inspiration), so be not a pleader for the treacherous. [al-Quran, 4:105]

"With clear signs and Books (We sent the Messengers). And We have also sent down unto you (O Muhammad SAW) the reminder and the advice (the Quran), that you may explain clearly to men what is sent down to them, and that they may give thought. [16:44]

"And We have not sent down the Book (the Quran) to you (O Muhammad SAW), except that you may explain clearly unto them those things in which they differ, and (as) a guidance and a mercy for a folk who believe. [16:64]

This is why the Prophet (sallallaahu `alayhi wa sallam) said: "Know that I have been given the Quran and something like it" [Ahmad, Musnad, Vol. IV 131; Abu Dawood, Sunan, Sunnah, 5], namely the Sunnah. In fact, the Sunnah, too has been given to him through Vahee as the Quran, except that it has not been recited to him as the Quran. Imaam al-Shaafi`ee and other scholars have advanced a number of arguments in support of this point; but this is not the place to quote them. [For discussion see al-Shaafi`ee, al-Risaalah]. In order to understand the Quran, you should first look to the Quran itself. If that does not help, then turn to the Sunnah. The Prophet (sallallaahu `alayhi wa sallam) sent Mu`aadh (radiyallaahu `anhu) to Yemen and asked him: "How will you judge the cases (that come to you)?" He replied: "I will judge according to the Book of Allaah". "But if you do not get anything there, what will you do?", the Prophet (sallallaahu `alayhi wa sallam) asked. He said: "I will refer to the sunnah of the Prophet (sallallaahu `alayhi wa sallam)". "But if you do not get it even there, what will you do?", the Prophet (sallallaahu `alayhi wa sallam) asked again.

He replied: "I will exercise my judgment." Hearing this the Prophet (sallallaahu `alayhi wa sallam) patted Mu`aadh (radiyallaahu `anhu) on the shoulder and said: "Praise be to Allaah who has guided the Messenger of His Messenger to what pleases His Messenger." This hadeeth has been reported in the Musnad and Sunan collections of hadeeth with good isnaad. [Ahmad, Musnad V:230, 236, 242; al-Daarimee, Sunan, Muqaddimah, 30; al-Tirmidhee, Sunan, Ahkaam, 3; Abu Dawood, Sunan, Adhiyah, 11.] When you do not get any help from the Quran or the Sunnah, turn to the words of the companions. For they knew the Quran better, they have witnessed its revelation, and passed through the situations in which it was revealed: and knew it and understood it better. This is particularly true of the scholars and leaders such as the four righteous caliphs and `Abdullaah ibn Mas`ood. Imaam Abu Ja`far Muhammad ibn Jareer al-Tabaree reports: Abu Kurayb narrated to us, saying: Jaabir ibn Nooh informed us that: al-A`mash informed us from Abu Duhaa: from Masrooq that `Abdullaah ibn Mas`ood said: "By the one besides whom there none having the right to be worshipped, there is no verse in the Quran about which I do not know in whose case and at what place was it revealed. If I were aware that anyone knew the Quran more than me, and I could reach him, I would certainly have gone to see him." [Ibn al-Atheer, Jaami` al-Usool fee Ahaadeeth ar-Rasool, 1392/1972, Vol. IX p. 48.] Al-A`mash has also reported through Abu Waa`il that ibn Mas`ood said: "When anyone of us learned ten verses of the Quran, he did not proceed further unless he had known what they meant and what action they demanded." Another great scholar is `Abdullaah ibn `Abbaas (radiyallaahu `anhumaa), the nephew of the Prophet (sallallaahu `alayhi wa sallam) and the commentator of the Quran. He attained that stature in virtue of the Prophet’s prayer: "O Allaah! Give him knowledge of Islaam and teach him the meaning of the Quran." [Ahmad, Musnad, Vol. 1: 266, 314, 328, 335].


Huraian tafsir dipetik dari Tafsir Al-Azhar, karya Prof. Dr. Hamka
http://www.geocities.com/hamkaonline/

Wednesday, December 17, 2008

Review: Medal Of Honor Heroes 2 PSP

Sapa pernah main MOH2 angkat tangan!! Haha Well for those yg alum,u guys should try it,MOH2 rules dude rasa skali nak lagi tu haha,MOH2 even provide multiplayer game through PSP wireless connection where u guys can play it online or play it pakai Ad Hoc,I mean local connection with ur friends PSP.Up to 8 players can play at the same time using Ad Hoc connection,so sapa yg usul nya karak main CS atu,try MOH2 and see whose the real sayurrrrrrrrrrrrrrrrrr,hahahahahaha Salam..





Tuesday, December 16, 2008

Attention!!!


I'm NEW here,so I'm still NOT FAMILIAR with the functions and all those gadgets thingy,and yeah that's why this site LOOKS kinda LAME..
umm at least I've try tho huhu..

Btw never mind about my grammar/english,I'm SUCKS at it where I only managed to score C6 on my O-Level,haha so wat gitu loh

Salam

Monday, December 15, 2008

Soon


Salam guys

Thanks for checking out my blog and yeah sorry because theres no stories to share with u guys at the moment,but at the mean time u guys can check out the links under Kampong Music and listen to my Kampong Boom Box
Hope u guys enjoy it..

More Kampong Things coming soon.. Aiiteeeee

Saturday, December 13, 2008